Rabu, 11 November 2009

..goresan..

Pagi..
Pasar telah ramai dengan aktivitas pedagang dan pembeli
Ia menyeruak di antara mereka. Mencari. Membuka jalan untuk nya sndiri agar tak stuck saja di sana, karena toh, dia masih punya tujuan yg lainnya. Kembali wanita itu berjalan. Berjingkat. Agak menjinjing rok panjangnya agar tak menjuntai ke tanah yg becek, karena prihatin melihat kakinya sendiri yg sudah kecoklatan di sana-sini. berharap masih bisa menyelamatkan yg belum ternoda. Tampe, kacang panjang, buncis, bawang.."apa lg y??" Pikirnya sambil terus berjalan.
Selama perjalanan berbatu menuju pulang. Wanita itu diam dalam angan. Dalam pikirannya sendiri. Sesekali suara klakson mobil dan sepeda membuatnya berhenti sejenak untuk menepi. Tak jarang mereka menawari tumpangan untuk wanita lugu itu. Namun dengan gelengan lembut ditolaknya tawaran mereka. "berjalan lebih baik.." Pikirnya lg. Ia nikmati batu-batu an itu satu persatu.
Ia rasakan tak beraturannya permukaan jalan. Lama. Ia tersenyum melihat berbagai macam lukisan yg mengikuti langkahnya. Begitu beragam dan tak membosankan. anak-anak desa berlarian mengejar layangan, Ibu-ibu mengayak biji-biji an, anjing mengejar ayam. Begitu banyak yg dapat disimpan dalam memori yg terbatas. Kalau ia punya kamera mungkin sudah ia abadikan agar ia tak akan lg merasa kehilangan, karena toh aktivitas yg ia lakukan semata-mata agar ia tak mau melihat kekosongan. Ia ingin selalu dapat melihat lukisan yg berbeda-beda tiap waktunya. Tiap detik. Tiap jam, tiap menit.
Suara lebah berdengung. Mengganggu pendengarannya. Namun ia mau tau. Mantri.. HamiL.. Wanita.. Tak perawan.. Kasian.. Pengadilan.. Mati.. Tersentak wanita itu menahan emosi yg ia miliki meluap ke permukaan. Mukanya merah. Matanya memandang nanar tak pada apapun. Ia ingin sekali menyerang si mantri. Mengapa harus wanitanya yg akhirnya mati?! Kedudukankah? Materi? Kekuasaan? Sama sekali tak bersolusi.. Mungkin solusi, tp tak teradili. Ia tak tahan. BerLalu saja dr sisi kehidupan yg kelam.
Dan di pantai itu ia bisa kembali tenang. Lembut menahan segala prasangka yg terpendam. Tak lg ia mau mengusik ketenangan. Diam. Matanya berjalan. Menyisir setiap aktivitas nelayan. Tetap saja ia tak mau diam. "Akh! Betapa bodohnya jika mereka tak paham apa arti kelestarian lingkungan. Bagi lautan yg memberi mereka kehidupan. ikan, ganggang, kerang.. Memberi mereka kecerdasan.. Apalagi yg mereka bisa berikan pada lautan. Toh dia hanya meminta kebersihan. Ketenangan. Kelestarian. Tak mau lagi sakit dengan meriam yg kapan saja siap menghantam kehidupan penghuninya."
PLAK! Ia menampar dengan kasarnya. Seumur-umur belum pernah tangan halusnya melukai seseorang bahkan hewan sekalipun. Ia terkejut tak sadarkan diri, tp toh tetap menantang orang yg ada dihadapannya. "Kau.. bukan seorang neLayan.." Gertaknya sinis. Lelaki itu bingung dibuatnya. Tak mengerti. Tak mengerti jika tak dijelaskan. apakah begitu penting arti sebuah penjelasan.
Lelah.. Cukup sudah memorinya menampung. Harus istirahat otaknya berfikir. Tenaganya terkuras sudah. Habis.. Habis.. Ia telah lelah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar