Rabu, 25 September 2013

Pertanda

Dia.. Sebuah kesalahan

Dia.. Bencana

Dia.. Bukan yang terbaik di jagat ini

Dia.. Hanya seorang pemuda baik hati

Dia dan .. Aku?

Jagat raya bisa mendengar deru tawaku yang congkak saat aku melihatnya rendah.

Jagat raya lalu membuatnya ada didepan jangkauan optikku, hingga tak sanggup mengelak untuk tak berusaha mengusirnya dari sana. Ya.. aku usir dia. Dengan menggosok mataku berkali-kali.. Sesekali. Aku bohong. Aku simpan dia. Entah dimana..

Sampai ranting pohon itu gundul dan jadi sepi, hingga muncul dingin dan gemeletuk gigi.

Itu memang hawa dingin yang kurasakan, sampai harus kurapatkan mantelku.

Aku mendongak lagi, menatap ranting kosong.

Hanya sapuan angin musim dingin melewati tubuhku.

Tak juga, otakku berusaha menghibur dengan menghadirkan secangkir coklat hangat. Coklat hangat. Bukan lagi vanilla latte. Oh, aku masih suka vanilla latte, masih sering juga kuseduh minuman itu. Tetap jadi favorit. kau tak bisa menyingkirkan favoritmu toh..

Ah, harus cepat-cepat pulang dan membuat coklat hangat itu muncul nyata kalau tak mau aku jadi patung yang tiba-tiba menjadi penghias taman ini.

Aku merapatkan mantelku, jaket lebih tepatnya. Ah.. Hembusan udara dingin itu nyata keluar dari mulutku yang terengah.

"Kenapa malam sekali?"
Aku tersenyum. Bisa kurasakan pipiku bersemu kemerahan, karena sedikit darah yang mengalir karena emosi sesaat itu.
"Iya, aku memutuskan untuk jalan kaki tadi." Jawabku ramah. Serta merta tangannya yang kokoh meraih pundakku. Merasakan juga bekas udara dingin di luar. Lalu dia mengerang. Mungkin merasakan dingin yang tak nyaman juga yang dia rasa. Lalu membantuku menggantungkan jaket lusuhku.

Secangkir teh hangat ternyata. Tak ada coklat. Hanya teh manis hangat. Aku tersenyum. Menghirup dalam aroma melati dari uap teh yang baru diseduh. Menyeruput sedikit dulu, dan entah kenapa dadaku jadi lapang. Aku bisa melihat bayangan yang direfleksikan perapian untuk sosoknya di dinding rumah mungil ini. Aku melihat ia tersenyum ringan sambil menatapku dalam. Aku benci perasaan ini. Dia bukan laki-laki hebat sejagat. Dia bukan laki-laki yang terbaik.

Aku meniup asap yang mengepul dari atas cangkir teh hangatku. Hanya iseng.

"Apakah itu cukup?"
Sedikit terkejut dengan pertanyaannya yang memecah kebisuanku. Dia hanya memastikan kalau aku menikmati teh manis hangat buatannya, dan cukup membuatku nyaman, hingga tidak kedinginan lagi. Aku menanggapinya dengan senyum. Aku tulus, sungguh..
"Syukurlah.." Dia menyenderkan punggungnya ke sofa panjang di perapian tempat kami duduk.

Jagat raya kini congkak memegang kepalaku untuk menunjukkan kepadaku bahwa dia ada.

Aku tahu kalau Tuhan akan bicara dengan apa saja. Cukup lebih cermat saja perhatikan pertanda dan jangan sangkal.

"Ini lebih dari cukup." Akhirnya semua inderaku berbicara. Mata, telinga, lidah, hidung, kulit.. "Kau lebih dari cukup.." Jagat raya bersorak. Dia menang. Ini akhir kah? Tuhan bicara dengan berbagai macam cara. Cukup lebih peka melihat pertanda.

Marahan Sama Temen Itu Nggak Enak

Pernah nggak elo marahan sama temen?

Enak nggak?

Gw baru lagi ngerasain perasaan nggak enak soalnya. Rasanya gimana gitu mau komunikasi sama dia.

Perasaan antara gengsi karena gw ngerasa enggak salah, dan belum saatnya nyapa dia lagi, sama pengen banget nyapa dia walo cuma nanya kabar.

Aaaah.. Kata siapa hubungan pacaran aja yang bisa rumit?! Pertemanan juga. Iya, semua juga akan rumit kalo dibikin rumit.

Tapi emang hidup tuh musti sabar ya.. karena seperti yang udah gw bilang ke dia dan gw terapin ke diri gw sendiri kalo semua ada waktunya. Jadi gw harus sabar juga untuk waktu yang gw rasa pas ngabarin dia sesuatu lagi. Ya.. Gw yakin itu waktu yang pas, dan gw harap dia nggak menolak atau menanggapi dengan dingin saat waktu yang gw anggap pas itu tiba dan gw beneran beraksi, karena.. Gw bisa pastiin kalo dia bener-bener kejam, dan akan buat gw kecewa banget. Meski gw rasa, gw nggak akan bisa nggak anggep dia salah satu temen deket lagi setelah (kalo) dia buat begitu. Gw akan terus anggep dia sebagai temen gw, tapi.. Gw rasa gw akan cari waktu yang tepat lagi untuk hubungi dia. Nggak akan seenaknya, sewaktu-waktu hubungi dia, karena gw yang mungkin akan nggak siap dengan respon dia. Harapan gw direspon baik olehnya besar soalnya, jadi begitu dapet respon yang nggak sesuai ya.. Gw akan sangat kecewa. Sangat. Begitulah gw. Oh, mungkin juga orang lain. Harapan yang besar harus diiringi dengan mental yang kuat.

Satu hal sih yang buat gw selalu anggap dia salah satu temen deket gw. Adalah karena beberapa perkataannya gw suka cerna kembali, dan bahkan akhirnya gw jadikan pengingat. Bencana kan.. Padahal itu orang brengsek. Sial!!