Jumat, 19 Agustus 2011

Puisi Akrostik

Hanya sharing tentang puisi akrostik yang saya buat waktu datang ke RL (writing circle), sabtu, pekan lalu.

Puisi akrostik sendiri adalah puisi yang dibentuk dari huruf2 yang tercantum pada judul puisinya. Huruf2 tersebut bisa saja terletak di awal bait2 puisi ataupun menjadi huruf di akhir bait2 puisi tersebut. (Bener gak y?! Hm.. kesimpulan sendiri c :p) Okelah.. Mungkin biar lebih jelas, ini contoh2 puisi akrostiknya. Check this out! ;)

Ini contoh puisi akrostik yang huruf2 judulnya ditaruh di akhir bait2 isi puisi

Desa
--Arif Hidayat

Bukanlah untaian sajak dalam dongeng ataupun lakon dalam seribu babad
Hanyalah mimpi dan harapan yang terbawa angin kala sore
Tatkala tatap tak lagi terkalang batas
Dalam Imaji berbalur asa yang tak lagi terukir dalam nyata

Nah! Kalau yg kedua ini, contoh puisi akrostik yang huruf2 judul puisinya menjadi huruf awal yang membentuk isi puisi

SEA
--Nanka

Swift winds skim the shores
Echoes from the deep blue green
As wave froth and foam

Setelah dijelaskan panjang lebar tentang puisi tersebut, kami yang datang kemudian dipersilahkan untuk membuat puisi akrostik dengan judul nama kami masing2, dan sayapun mulai mencoba. Karena belum pernah tau sebelumnya tentang puisi akrostik ini, maka saya mencoba membuat puisi tersebut dengan nama pendek saya, tapi parahnya, saya hanya terfokus pada membuat puisi tersebut dengan menaruh huruf2 judulnya di awal, karena lebih mudah daripada harus menempatkannya di akhir bait ^^p. Inilah..

Wita

Walau kata tak suka terucap
Ingat waktu untuk hidup
Tapi keadaan tak mudah mencerna
Akan pinta selalu jelas

Dyah Perwitasari

Dari mata turun ke hati
Yang melihat, yang mengamati, memata2i, menyelidik
Angkuh bertolak, rendah nyali
Hanya sesosok manusia sombong

Paras tak lagi jadi yang terbaik
Elok hati menjadi abadi
Rasa selalu meliputi nurani
Walau otak kadang mendominasi
Itu manusiawi

Tubuh2 sintal penjaja diri
Arus dunia jadi alasan
Sumpah! harga diri jadi tak tinggi lagi
Asal besok bisa makan

Resi tersenyum
Iba lara..

Weeth

Woow indahnya
Elok dilihat dari mana2
Enggan lepas penglihatan
Tangan lentik digerakkan
Hidup tanpa lepas mimik

Dyah hanamichi

Desa..
Ya.. desa
Antara sunyi dan senyap. Ah, bukan diantaranya. Tak begitu juga
Hanya petak2 sawah yang mulai menguning
Hanya hamparan tanah lapang yang sukalah kerbau merumput
Angkuh? tak ada
Namanya Sukanegla
Ada senyum, ramah juga
Memicing mata saat melihat perkasanya. Matahari
Itu bukan alasan untuk geliat di sana
Cukuplah sederhana
Hening kala malam
Ikuti melodi jangkrik, kodok bangkong

Mungkin merasa aneh dengan isi puisi yang tidak berhubungan dengan judul puisi, memang. Hehe.. Beberapa ada yang berhubungan, tapi 2 yang lain bisa dibilang tak ada hubungannya dengan judulnya. Itu karena untuk awal membuat puisi tersebut, kami yang hadir dibebaskan untuk membuat isi puisi lepas dari judulnya, artinya boleh saja tidak berhubungan antara judul puisi dan isi puisinya, tapi menyenangkan. Gak ada ruginya mencoba2 sendiri ^^. Sekian.. Selamat mencoba :)

Rabu, 17 Agustus 2011

Roman Picisan



















udara itu membumbung ke sana
melayang sepersekian senti dari bumi

dan burung2 dara mulai berterbangan
mengantar surat2 cinta yang ditunggu manjikannya
untuk seorang lady yang selalu berdiam dimuka daun jendela dengan sorot mata lembut penuh harap
dan kala sampai surat itu kepadanya, terselip sebatang mawar pink sesemburat darah yang kemudian mengalir ke pipinya, dengan urat2 lembut yang samar nampak
Lalu dibacanya rangkaian kata sambil menari berputar2, sesekali tersipu dan tertawa kecil
Dia bayangkan pemuda kesayangannya, yang harus bekerja, berinteraksi dengan keledai dan pedati, namun selalu tersenyum lembut dan kokoh
Dia berhenti pada satu meja pada sebuah taman mawar koleksinya
Membalas dengan syair2 cinta yang ia sengaja ciptakan untuk menggoda
masih belum pudar semburat merah muda dari pi2nya
masih tersenyum tulus ia seperti haus akan sosok si pria
dan semua bunga seperti mendukung rasa yang ia punya
embunpun membasahi dengan hanya titik2 transparan

merpati kembali terbang
mengantar sebuah harapan, cinta

RencanaNya untuk semua yang dijumpai













Kau akan terperangah jika kau menduga sesuatu yang kau dapatkan, sesuatu yang kau temui, kau anggap sebagai rencanaNya untuk kau pelajari, untuk kau hadapi, untuk kau dengarkan, untuk kau akhirnya harus olah.

Kau akan terperangah, betapa Ia telah memikirkan itu baik2 untuk hambaNya ambil hikmah, untuk hambaNya belajar, untuk hambaNya pahami, untuk hambaNya sekali lagi pelajari, untuk hambaNya kemudian harus renungi, harus akhirnya berkontemplasi, melihat diri, bercermin.

Itu yang dia katakan. Akhir2 ini, yang walau tak jarang buatku keras kepala untuk tetap pada pendirianku, mau tak mau, aku harus mendengarkannya juga, dan itu masuk ke kepala.

"... bukankah memang selalu ada konsekuensi yang kita dapat ketika kita memutuskan untuk melakukan sesuatu. Sekalipun kau akhirnya harus mengorbankan dirimu untuk risiko itu. Entah baik, entah buruk. Kau harus hadapi.. "

Ya.. dia bukan seorang pengecut. Dia bilang tak suka ia jilat ludahnya sendiri, tapi manusia bisa berubah, kita tak pernah tahu, aku harap dia tak jadi harus berubah. Lagi2.. Jangan tinggalkan itu sekalipun itu membuatmu susah, hadapi bersama akan lebih baik hingga kau tak akan sadar telah berhasil menghadapi kesulitan itu. Bersama2. Seorang teman takkan meninggalkan temannya. Aku harus menghela nafas untuk itu. Aku tahu, aku telah jadi teman yang buruk.

Dan terlintas sesaat ketika berbincang dengannya suatu hari, saat aku berpikir kenapa aku harus dengar ocehannya, terutama saat itu tak sesuai dengan apa yang aku pikirkan. Saat itu aku mulai sok tahu dengan berpikir bahwa Dia pasti punya rencana telah mempertemukanku dengannya, dengan semua orang yang telah kujumpai. Ya.. itu pasti. Mungkin.. atau.. hanya pikiran positifku saja yang buatku lalu berpikir demikian. Hah.. Peduli amat! Aku yakini itu, aku pegang itu. Tak ada ruginya juga. Lalu aku jadi lebih bisa santai. Dia temanku, telah direncanakan olahNya untuk aku bertemu dengannya. Dengan senyum ^^,

Selasa, 16 Agustus 2011

Tak sampai satria. Tak sampai kena


Saat ingat
Selalu sedih, selalu gelisah, selalu akhirnya gambari diri suram, jelek, tak baik. Terkutuk

Itu di sana
Masih terbuka, namun tetap saja muram. Tak berani, tak bernyali

Kalau ingat
Jadi munafik selalu
Merindu, namun tak juga maju
Untuk masuk, untuk tampak
Tak..
Tak sampai jadi satria
Hanya raksasa. Penggambarannya pada umumnya

Jangkau tak kena
Selamanya raksasa hadapi itu akhirnya

Aku dan Yang kutinggalkan


"Sebenernya kita bisa ciptakan keluarga di mana2. Tergantung dari mau ato nggaknya kita ciptakan nuansa kekeluargaan itu."

Dia berseloroh. Temanku. Kira2 begitu intinya, walau tak sama persis. Getir. Ada sesuatu yang menggangguku dari ucapannya tadi. Tak senang karena dia telah mengingatkanku pada sesuatu. Sebuah memori. Dia telah menciptakan, mengangkat itu ke permukaan lagi, hingga tak kuasa buatku merengut. Hanya bathin. Lalu aku sepakati ujarannya tadi secara sepihak. Dengan diriku sendiri. Dia benar. Aku bisa saja menciptakan itu, tapi selalu berkelit untuk tak bisa memaksakan sebuah keakraban. Padahal kalau mau positif seperti dia dan YAKIN itu bisa dibentuk, maka itulah yang mayoritas, dominan, sangat mungkin akan terjadi. Yang kau butuhkan hanya sebuah KEYAKINAN UNTUK KEMUDIAN KAU TANAMKAN KE DALAM KEPALAMU, DAN KAU JAGA SEDEMIKIAN RUPA SAMPAI ITU TERWUJUD, MAKA ITU AKAN TERWUJUD. Aku menghela nafas. Sungguh kecil nyaliku, dan aku pikir aku telah berlebihan, seperti yang awal2nya mereka katakan itu kepadaku, tapi tak masuk karena yang kutanam beda. Sebuah penolakan alih2 penerimaan.

Temanku itu, terkadang terlalu berlebihan dengan idealismenya, tapi tak selalu aku mengernyit karena tak setuju. Malah beberapa memiliki ketertarikan yang sama dengannya. Aku tau begitulah teman. Aku tak harus jadi benci dia karena perbedaan, malah itu yang buatku belajar. Yah.. Seperti selorohannya tadi. Lumayan menyadarkanku akan PENTINGNYA SAHABAT.

"Selemah-lemah manusia ialah orang yang tak mau mencari sahabat dan orang yang lebih lemah itu ialah orang yang menyia-nyiakan sahabat yang telah dicari." Ali bib Abi Thalib, dikutip dari Tarbawi, terkirim ke HPku, tercantum Reza XX.

Terimakasih, Dek.. --,

Selasa, 09 Agustus 2011

Dia dan Yang lain


Satu ayat, dua ayat.. seperti tembang yang mendayu lembut menggetarkan tiap helai bulu kuduk. Merayap, menjalar, masuk ke sukma yang paling dasar. Masih putih, masih lugu, atau mungkin belum, ia lantunkan.. lagi dan lagi, sesekali ditinggi-rendahkan seolah melagu. Dengan nada-nada yang ia bentuk sendiri. Dengan rasa yang hanya ia yang atur, dengan emosi yang hanya ia yang bisa pilin. Menjadi serat2 halus pembungkus.

Yang lainnya, punya sendiri caranya, yang tak kasat mata sama, tapi nampak berbeda. Mungkin memang beda, hanya tak punya cukup ilmu untuk menukar itu dengannya. dia.. punya cara sendiri untuk juga mengagungi keberadaanNya. lebih dari itu, dan yang lain juga tau. Namun terkadang sombong, dan hanya menyela dengan kalimat seru tanpa alasan. dia itu Yang lain, yang tidak menembangkan satu ayat.. dua ayat.. tiga ayat.. ribuan.. dia itu Yang lain.. yang jika bertahan, yang lainnya lagi akan berpikir kalau itu tidak salah2 amat.

Kali ini Dia bermunajat. Menyerahkan diri sepenuhnya kepadaNya. Tak bersuara, hanya diam, namun sesekali keningnya beradu, matanya rapat terpejam, kepalanya sesekali mendongak lalu tunduk lagi. Itu hanya caranya berbincang, bersenda gurau, meminta, memohon, memaksa. Sebuah kebutuhan untuk melepaskan yang dirinya anggap salah, kotor, picik. Dia hanya tahu cara itu, istilah tak disenggolnya.

Yang lain, melihat Dia. Mengecek gerak dadanya, menyenggol bahunya, mengguncang tubuhnya. Yang lain, memperhatikannya dengan seksama, lama, lelah, bosan, berlalu. Menganggap itu hanya pantomim palsu. Yang lain, merasakan sesuatu.

Datang waktu, Dia hanya punya rasa tanpa ilmu, Dia bawa beban dipikul, dijinjing ke mana2, terkadang lelah lalu diletakkan begitu saja, sebentar diabaikan, berpura2 tak punya. Dia punya pilihan di persimpangan, untuk bertarung atau tetap damai, untuk bertarung dengan harapan menjadi sama dengannya atau damai namun tetap beda. Dia, lama beban itu ia bawa.

Yang lain. Tetap teguh pendirian, tak ada yang tak beres, semua adem ayem. Dingin, sejuk menyelimuti sukma, bathinnya. Tak boleh diusik, tak boleh diganggu, jika disentuh, siap melawan, siap menyerang, siap tarung. Yang lain berpikir tentram, Yang lain bebas memilih, Yang lain tetap usaha damai. Yang lain tahu dia yang lain, sadar, harus berubah, mungkinkah lumer?

Dia datang, Yang lain tau. Jalan itu telah diputuskan untuk tak damai saja. Maka ditutup yang satu dan diperlebar yang lain, tarung. Dia melempar, ditepis Yang lain. Dia kesulitan.. kesulitan sampai akhir, sudah pasrah kalah, namun Dia tau takkan ada sesal. Yang lain terus memuntahkan peluru. Yang lain naik pitam. Yang lain sesak. Yang lain kecewa. Yang lain menitikkan air mata, hanya dibathin. Yang lain diam2 luluh lantah. diterjang, dihantam, diusik damainya oleh Dia. Dia.. diam seribu kata. Dia bermunajat lagi kepadaNya. Dia memandang haru Yang lain. Yang lain terpukul. Yang lain terhantam. Yang lain tiba2 telah lebam. Entah, sembilu darimana mulai tergores di permukaan hati. Merah menyala seperti darah. Dia putus asa, hanya terus memandang haru Yang lain, dengan belaian, dengan sapuan sepersekian detik Dia bisa lakukan. Yang lain terhenyak. Entah mengapa, Yang lain lumpuh seketika. Yang lain menitikkan air mata, hanya setitik buat Yang lain tersentak. Hanya setitik, buat Yang lain terguncang. Dia jadi tak kuasa. Dia muntahkan semua inginnya, maunya, harapannya, mimpinya, hidupnya. Dia seperti menemukan celah untuk mengganti posisi Yang lain. Dia tak gunakan angkuhnya, hanya sebuah tulus untuk digapai ulurannya oleh Yang lain.

Senin, 01 Agustus 2011

Sebuah pernyataan kepura2an


Membaca deretan kata yg dibuat untuk ungkapkan perasaan hati buat sedikit tertohok. Ternyata itu menyakitkan. Iyalah.. Aku saja yang tak peka, tapi aku tak sepenuhnya melakukan itu.. Awalnya memang, tapi tidak untuk sesuatu yang telah dibiasakan. Ha! Mungkinkah begitu, belajar, aku memang lamban dalam belajar, bisa orang2 sudah ke mana2, sementara aku masih diam d satu tempat dan mencerna. Huh..

Tapi sungguh! Aku tak benar2 berpura2.. Beberapa kali memang tulus, tapi mungkin yang diketahui dominan sikapku yang pertama itu. Aih.. Y sudahlah.. Aku toh harus rela dinilai sebagai apapun..

Heuh.. maafkan kepada pihak2 yang telah merasa dibohongi, ditipu olehku.. Maaf..