Rabu, 28 Agustus 2013

Pesan Romantisme Jalan Setapak

Darah itu berdesir.. Kuat, namun tenang. Bagaimana bisa aku katakan kalau aku mirip ibu, kalau ternyata ketertarikan kami sama.

Aku mirip ibu, kataku. Itu benar. Kami punya beberapa sifat yang sama, yang aku bisa mafhum kalau itu kadang buat aneh.

tapi waktu itu tiba, saat kami berdialog, aku menggebu menceriterakan semua pengalaman yang aku anggap keren itu kepadanya. Dia pendengar yang baik. Kadang aku bisa memahami bagaimana jika diposisinya, tapi itu buatku kemudian tak jadi memihak kepada siapapun, karena tak ada yang salah. 

Dia tersenyum. Aku merasa seperti membawanya kembali ke masa lalu saat semua itu mengalir dari mulutku. Pengalamanku. karena kami merasakan hal sama. Paling tidak, tak jauh beda. Aku gembira saat waktu itu aku merasa sedang jalan-jalan bersamanya ke tempat yang mungkin juga ia rindukan. Tempat kabur yang mungkin sering kami rindukan, dan tak akan kami lupakan seumur hidup kami. Dia.. Sering makanya aku bilang kalau dia guruku, inspirasiku juga. Dia ajarkan untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat, jangan sekedar nikmati indahnya. Aku tahu. Alam memang sedang membutuhkan penyelamat. Dan pendaki mungkin harus juga berikan sesuatu yang bermanfaat, agar tak hanya perjalanan kosong berbekas kenang-kenangan gambar dan ingatan.

Waktu bergerak lagi. Saat kami memang harus meninggalkan sejenak memori kami. Aku ceriterakan kepadanya angan-angan kami, aku dan saudara laki-lakiku yang mengalir kepada kami hasrat yang sama. Aku ceriterakan kepadanya kalau kami akan kemping bareng, meski kelak kami telah berkeluarga dan punya anak. Aku ceriterakan kepadanya kalau meski aku tak akan sekuat dia yang laki-laki, hingga bisa menggendong anaknya dipunggung sambil naik gunung, aku akan ajak dan tularkan anak-anakku dengan cerita dan pengalaman. Biar mereka rasakan juga dinginnya hawa di sana, tempat, yang baik kau, aku, dan keponakan laki-lakimu selalu rindukan. 

itu hanya sebagian mimpi kami, Pak.. Semoga Tuhan meridhoi untuk kami bisa bersentuhan lagi dengan tempat yang kita selalu rindukan. 

Aku berpikir, mungkin aku bukan yang terhebat dari mereka, tp aku bersyukur menjadi yang memiliki kesempatan untuk merasakan dan memiliki hasrat yang sama untuk bersinggungan dengan yang kau dulu juga pernah nikmati. 

Aku pengagummu untuk hal-hal macam ini, apalagi ternyata kaupun ikut organisasi yang sama seperti dia yang kuidolakan. Kau adik tingkatnya. Kau juga kenal dia yang sepotong kisahnya pernah kubaca di sebuah buku autobiografi. Semoga, aku tak kehilangan romantismenya. Semoga Tuhan meridhoi romantisme yang kusuka.

Kami adalah kami dengan jalan setapak-setapak untuk kemudian mencapai tujuan kami. Semoga.. Semoga Tuhan pun meridhoimu, Pak.. Doakan kami, doaku untukmu selalu..




untuk sepotong kisah masa mudamu: 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar