Selasa, 09 Agustus 2011

Dia dan Yang lain


Satu ayat, dua ayat.. seperti tembang yang mendayu lembut menggetarkan tiap helai bulu kuduk. Merayap, menjalar, masuk ke sukma yang paling dasar. Masih putih, masih lugu, atau mungkin belum, ia lantunkan.. lagi dan lagi, sesekali ditinggi-rendahkan seolah melagu. Dengan nada-nada yang ia bentuk sendiri. Dengan rasa yang hanya ia yang atur, dengan emosi yang hanya ia yang bisa pilin. Menjadi serat2 halus pembungkus.

Yang lainnya, punya sendiri caranya, yang tak kasat mata sama, tapi nampak berbeda. Mungkin memang beda, hanya tak punya cukup ilmu untuk menukar itu dengannya. dia.. punya cara sendiri untuk juga mengagungi keberadaanNya. lebih dari itu, dan yang lain juga tau. Namun terkadang sombong, dan hanya menyela dengan kalimat seru tanpa alasan. dia itu Yang lain, yang tidak menembangkan satu ayat.. dua ayat.. tiga ayat.. ribuan.. dia itu Yang lain.. yang jika bertahan, yang lainnya lagi akan berpikir kalau itu tidak salah2 amat.

Kali ini Dia bermunajat. Menyerahkan diri sepenuhnya kepadaNya. Tak bersuara, hanya diam, namun sesekali keningnya beradu, matanya rapat terpejam, kepalanya sesekali mendongak lalu tunduk lagi. Itu hanya caranya berbincang, bersenda gurau, meminta, memohon, memaksa. Sebuah kebutuhan untuk melepaskan yang dirinya anggap salah, kotor, picik. Dia hanya tahu cara itu, istilah tak disenggolnya.

Yang lain, melihat Dia. Mengecek gerak dadanya, menyenggol bahunya, mengguncang tubuhnya. Yang lain, memperhatikannya dengan seksama, lama, lelah, bosan, berlalu. Menganggap itu hanya pantomim palsu. Yang lain, merasakan sesuatu.

Datang waktu, Dia hanya punya rasa tanpa ilmu, Dia bawa beban dipikul, dijinjing ke mana2, terkadang lelah lalu diletakkan begitu saja, sebentar diabaikan, berpura2 tak punya. Dia punya pilihan di persimpangan, untuk bertarung atau tetap damai, untuk bertarung dengan harapan menjadi sama dengannya atau damai namun tetap beda. Dia, lama beban itu ia bawa.

Yang lain. Tetap teguh pendirian, tak ada yang tak beres, semua adem ayem. Dingin, sejuk menyelimuti sukma, bathinnya. Tak boleh diusik, tak boleh diganggu, jika disentuh, siap melawan, siap menyerang, siap tarung. Yang lain berpikir tentram, Yang lain bebas memilih, Yang lain tetap usaha damai. Yang lain tahu dia yang lain, sadar, harus berubah, mungkinkah lumer?

Dia datang, Yang lain tau. Jalan itu telah diputuskan untuk tak damai saja. Maka ditutup yang satu dan diperlebar yang lain, tarung. Dia melempar, ditepis Yang lain. Dia kesulitan.. kesulitan sampai akhir, sudah pasrah kalah, namun Dia tau takkan ada sesal. Yang lain terus memuntahkan peluru. Yang lain naik pitam. Yang lain sesak. Yang lain kecewa. Yang lain menitikkan air mata, hanya dibathin. Yang lain diam2 luluh lantah. diterjang, dihantam, diusik damainya oleh Dia. Dia.. diam seribu kata. Dia bermunajat lagi kepadaNya. Dia memandang haru Yang lain. Yang lain terpukul. Yang lain terhantam. Yang lain tiba2 telah lebam. Entah, sembilu darimana mulai tergores di permukaan hati. Merah menyala seperti darah. Dia putus asa, hanya terus memandang haru Yang lain, dengan belaian, dengan sapuan sepersekian detik Dia bisa lakukan. Yang lain terhenyak. Entah mengapa, Yang lain lumpuh seketika. Yang lain menitikkan air mata, hanya setitik buat Yang lain tersentak. Hanya setitik, buat Yang lain terguncang. Dia jadi tak kuasa. Dia muntahkan semua inginnya, maunya, harapannya, mimpinya, hidupnya. Dia seperti menemukan celah untuk mengganti posisi Yang lain. Dia tak gunakan angkuhnya, hanya sebuah tulus untuk digapai ulurannya oleh Yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar